GANYANG MALAYSIA! MENGAPA TIDAK AMPUH LAGI?? FPDA dalam Konstelasi Konflik Indonesia-Malaysia Penulis: Moh. Zahirul Alim, S.IP.

Rp 85.500

New!

Konflik Indonesia-Malaysia dalam sejarahnya pernah bereskalasi menjadi perang terbuka pada periode 1963—1966. Komando “Ganyang Malaysia” benar-benar direalisasikan Presiden Sukarno sebagai wujud ketegasan politik luar negeri Indonesia terhadap Malaysia yang melanggar Perjanjian Manila. Setelah Orde Lama (Orla) tumbang pada tahun 1966, kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Malaysia berubah 180 derajat. Indonesia tidak setegas rezim Orla. Indikatornya, sekalipun Malaysia memantik konflik berulangkali, Indonesia tidak berani mengambil sikap tegas sebagaimana yang dilakukan Presiden Sukarno. Hal ini dapat dilihat pada sengketa perebutan Pulau Sipadan-Ligitan yang berakhir dengan jatuhnya dua pulau tersebut ke pangkuan Malaysia (1979—2002), klaim Malaysia terhadap Blok Ambalat (2005 dan 2009), hingga klaim Malaysia terkait batas maritim di Perairan Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (2010). Praktis, Indonesia tidak berani mengambil tindakan militer dalam menanggapi provokasi-provokasi Malaysia. Tidak mengherankan jika banyak rakyat Indonesia kemudian menilai pemerintah inferior terhadap Malaysia. Ketidaktegasan otoritas Indonesia dalam dinamikanya kerap memunculkan pertanyaan spekulatif: Mengapa setelah era Orla, Indonesia terkesan tidak berani tegas terhadap Malaysia? Buku ini mengulas secara objektif faktor-faktor di balik ketidaktegasan Indonesia saat terlibat konflik dengan Malaysia dengan menggunakan perspektif aliansi strategis.

Ukuran: 15,5 cm x 23 cm
Tebal: 207 halaman
ISBN: dalam proses

Kategori:

Deskripsi

Konflik Indonesia-Malaysia dalam sejarahnya pernah bereskalasi menjadi perang terbuka pada periode 1963—1966. Komando “Ganyang Malaysia” benar-benar direalisasikan Presiden Sukarno sebagai wujud ketegasan politik luar negeri Indonesia terhadap Malaysia yang melanggar Perjanjian Manila. Setelah Orde Lama (Orla) tumbang pada tahun 1966, kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Malaysia berubah 180 derajat. Indonesia tidak setegas rezim Orla. Indikatornya, sekalipun Malaysia memantik konflik berulangkali, Indonesia tidak berani mengambil sikap tegas sebagaimana yang dilakukan Presiden Sukarno. Hal ini dapat dilihat pada sengketa perebutan Pulau Sipadan-Ligitan yang berakhir dengan jatuhnya dua pulau tersebut ke pangkuan Malaysia (1979—2002), klaim Malaysia terhadap Blok Ambalat (2005 dan 2009), hingga klaim Malaysia terkait batas maritim di Perairan Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (2010). Praktis, Indonesia tidak berani mengambil tindakan militer dalam menanggapi provokasi-provokasi Malaysia. Tidak mengherankan jika banyak rakyat Indonesia kemudian menilai pemerintah inferior terhadap Malaysia. Ketidaktegasan otoritas Indonesia dalam dinamikanya kerap memunculkan pertanyaan spekulatif: Mengapa setelah era Orla, Indonesia terkesan tidak berani tegas terhadap Malaysia? Buku ini mengulas secara objektif faktor-faktor di balik ketidaktegasan Indonesia saat terlibat konflik dengan Malaysia dengan menggunakan perspektif aliansi strategis.

Ukuran: 15,5 cm x 23 cm
Tebal: 207 halaman
ISBN: dalam proses

Ulasan

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama memberikan ulasan “GANYANG MALAYSIA! MENGAPA TIDAK AMPUH LAGI?? FPDA dalam Konstelasi Konflik Indonesia-Malaysia Penulis: Moh. Zahirul Alim, S.IP.”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Shopping cart

close